0

Skripsiku Gak Buyar-Buyar....

Tanggal 29 Juni 2010. Pukul 13.00

Dosen pembimbing skripsiku belum memberi kabar sejak konsultasi terkahir dua minggu yang lalu. Beliau waktu itu menjanjikan acc skripsi supaya aku bisa maju kompre dua minggu kemudian. Tanpa janjian, aku nekat datang ke kantornya untuk sedikit setor muka dengan harapan beliau sadar akan janji yang terlupakan. Oke, beliau ada di kantor. Satu kemajuan. Lalu kulemparkan senyum simpul dan dibalasnya dengan singkat, "sik yo.."

Olala... Siapa sangka "sik yo" itu berarti 3 jam? sungguh merana. Ikhlas. Demi acc.

Beberapa kali beliau keluar dari kantor dan melintasi aku yang duduk merana hampa tiada tara. Lagi-lagi beliau mengeluarkan kata-kata sakti, "tekmu kari ndek omah. Tapi aku ate ngomong karo kon." Ketinggalan? Gak papa laaah.. Namanya saja tanpa janji. Aku cuma nebak-nebak aja, kira-kira beliau mau ngobrolin apa ya? Apakah itu jadwal ujian? :)

Pukul 16.00

Ibu dosen tercinta itu akhirnya memanggilku untuk masuk. Hatiku tak karuan berharap mendapat kabar baik dan dipungkasi dengan acc skripsiku.

Salah. beliau menunda ujianku karena beliau berniat mengoreksi ulang dan memastikan tidak ada yang salah. Hal itu beliau lakukan karena beberapa hari sebelumnya ada mahasiswanya yang tidak lulus. Ough. Rasanya kayak jadi penyanyi saweran, duitya ditarik lagi pas mau diambil. Yang bener aja!! Kenapa gak kemaren-kemaren???

2

Malu Rasanya Nggak Lulus2..


Sama malunya kayak dapet fastbreak tanpa penjagaan tapi gak bisa cetak poin gara-gara maksain 360 degrees dunk. Act like your age, buddies!

1

Kaum Alay Merambah Lapangan Basket!

Pernah lihat anak-anak yang datang ke lapangan basket, bawa cewek-cewek centil, pakai pakaian trendi, dengan gadget mewah mentereng di tangan, plus atribut basket yang gak bakal kebeli pemain jalanan? Berani taruhan, anak-anak tipe gini pasti lagi butuh perhatian. Mereka butuh ikon yang bisa bikin mereka terlihat keren. Dan sialnya mereka makai basket.

Okelah, saya setuju kalo basket adalah permainan untuk siapa pun. Tidak boleh ada diskriminasi bukan? Kalo gitu, coba simak bagaimana anak-anak itu main basket. Saya jamin kebanyakan bermain dengan mental tempe. Gak niat ngejar bola, dribel penuh gaya tapi minim guna, gak mau kerja keras mbobol under ring dan berbagai aksi gak penting lainnya. Kalo melakukan kesalahan, mereka pasti punya alasan supaya tetap terlihat keren. Yang jelas, mereka GAK MAU MENGAKUI KALO MEREKA MALAS BERUSAHA.

Basket memang bisa jadi ajang sosialisasi (Coakley, 2001). Dengan terlibat kegiatan olahraga, seseorang bisa memahami diri dan lingkungannya serta menyerap nilai-nilai yang dikandung dalam lingkungan tersebut. Lingkungan yang baik tentu mengajarkan nilai-nilai yang baik pula. Coba lihat sejarah karir Michael Jordan. Dia bukan tipe orang yang menyalahkan lingkungan atas kegagalannya. Dia pernah dsingkirkan dari skuad tim basket SMAnya karena tidak cukup tinggi. Tapi dia gak mau meratapi nasib, gak mengelak atas kekurangannya. Semangat juang seperti inilah yang harus selalu ada di lapangan basket mana pun di dunia. Basket bukan soal apa yang kamu pakai, tapi bagaimana kamu berusaha.

0

Skripsi tak kunjung kelar

Libur, lagi garap skripsi...

Sebenarnya karena tidak ada ide. He2.

0

Garap Skripsi atau Main Basket?


Buatku sama saja.
Setiap hari aku membolak balik buku pemasaran. Membongar ulang pemahaman di otak karena ternyata dasar-dasar pemasaran belum tertancap dengan baik. Seperti main basket, bagaimana bisa lay up kalo gak bisa dribel? Membosankan. Tapi harus.

I love my minor thesis. I love basket.

0

Main Basket = Mengorek Kepribadian?


Bisa jadi. Tidak hanya terjadi pada olahraga bola basket, bahkan kegiatan-kegiatan lain yang non olahraga pun dapat menunjukkan watak asli seseorang. Tapi karena aku lebih menekuni basket, ya kubahas dari sudut pandang olahraga ini. Tulisan ini bukan analisis berdasarkan teori atau penelitian dari berbagai sudut pandang pemain. Ini adalah apa yang kualami sendiri dan terus terang saja, bagiku sedikit mengejutkan.
Minggu 21 Februari 2010 Klub Akasa Brata (AB) melakukan latih tanding melawan FE UM. Aku bermain sebagai pelapis pada babak ketiga ( -_-") bagi AB menggantikan Ferry sang center. Untuk diketahui, aku 80% bukan center! 20% kalo kepepet. Tapi bukan itu intinya. Aku hanya bermain 15 menit dan menyumbang 2 poin. Bukan prestasi bagus. Padahal aku sudah berusaha membongkar pertahanan musuh dengan berbagai manuver yang melelahkan. Tapi entah kenapa hanya berbuah 2 poin?Strategi sudah berjalan baik. Mungkin rekan-rekanku yang kurang berusaha! Aku jadi tidak sabar menanti hasil evaluasi paska tanding. Setelah bertanding, seperti biasa kami duduk melingkar mendengarkan evaluasi per pemain.
Dan inilah apa kata pelatihku, "Dedet jangan maen individu. Percaya sama temennya. Kamu gak bakal bisa kalo maen sendiri". JLEBB...

Pikiranku langsung melayang nggak cuma ke lapangan basket. Tapi juga ke kampus, teman-teman SMA, keluarga, teman-teman main basket di GS..

Aku tidak bisa membantah perkataan pelatih. Dia seratus persen benar. Aku merasa ditelanjangi tapi tidak bisa memberontak. Inilah pemerkosaan paling yang dibenarkan.

Beberapa nama langsung muncul di kepalaku. Mereka adalah rekan-rekan belajar di sekolah dan kampus yang sering kuremehkan, bukan kudorong untuk bekerja lebih keras. Mereka orang-orang yang tidak kuakui kapasitasnya karena penilaianku hanya sebatas apa yang mereka tampilkan. Dammit...

Ternyata aku nggak lebih dari mereka. Bahkan lebih buruk!

Hari itu... Seakan dewa basket benar-benar ada dan menampar kesombonganku dan menjatuhkannya hingga ke dasar..

Benar kata orang, "maen basket itu belajar menghargai orang".

1

Arema 1-0 Persebaya. Tapi Saya Tidak Gembira

Sedih.